Sabtu, 15 Februari 2014

Data Dugaan Korupsi Pertanahan Diserahkan ke KPK

Belasan ribu petani Jawa Barat beserta elemen buruh dan mahasiswa menyerahkan data-data dugaan korupsi pertanahan langsung ke Gedung KPK. Korupsi pertanahan sungguh sudah keterlaluan, menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan menjadi penyebab konflik agraria yang hampir tiap hari ada.


http://suaraagraria.com/detail-20077-belasan-ribu-petani-serahkan-data-dugaan-korupsi-pertanahan-ke-kpk.html


MARI KITA DUKUNG PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DEMI KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PETANI KITA, KLIK DI BAWAH INI:


Like suaraagraria.com: https://www.facebook.com/pages/suaraagrariacom/138322436346588


Follow us on our Facebook:


https://www.facebook.com/suara.agraria


Follow us on our Twitter:


https://twitter.com/suaraagraria


Join us on Linkedin:


http://www.linkedin.com/company/suaraagraria-com


Find us on Google+:


https://plus.google.com/+suaraagrariaredaksi/posts


Join us on suaraagraria.com Facebook Group: https://www.facebook.com/groups/suaraagraria/




Technorati : ,

Del.icio.us : ,

Zooomr : ,

Flickr : ,

Minggu, 09 Februari 2014

Gerakan Stop Korupsi Pertanahan, Belasan Ribu Petani Ramaikan Jakarta

JAKARTA, SACOM - Korupsi pertanahan harus dihentikan. Dampaknya jelas, ketimpangan penguasaan lahan, kriminalisasi dan ketidaksejahteraan petani. Belasan ribu petani akan berkumpul dan berdemo di Jakarta, tuntut pemberantasan korupsi di bidang pertanahan.


BACA SELENGKAPNYA: …. http://suaraagraria.com/detail-20074-gerakan-hentikan-korupsi-pertanahan-belasan-ribu-petani-ramaikan-jakarta.html


DUKUNG PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA, KLIK DI BAWAH INI:


Like suaraagraria.com: https://www.facebook.com/pages/suaraagrariacom/138322436346588


Follow us on our Facebook: https://www.facebook.com/suara.agraria


Follow us on our Twitter: https://twitter.com/suaraagraria


Join us on Linkedin: http://www.linkedin.com/company/suaraagraria-com


Find us on Google+: https://plus.google.com/+suaraagrariaredaksi/posts


Join us on suaraagraria.com Facebook Group: https://www.facebook.com/groups/suaraagraria/


Senin, 07 Oktober 2013

Kurnia Toha: Peradilan Khusus Pertanahan Itu Penting dan Harus Ada

SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Selama ini sengketa pertanahan, kalau mediasi buntu, diselesaikan lewat jalur peradilan umum. Sayangnya, seperti yang sudah-sudah, peradilan umum itu mahal, lama dan selalu mengedepankan bukti otentik tertulis. Walhasil banyak sekali kasus pertanahan yang tidak selesai-selesai. Harus ada peradilan khusus pertanahan.




Demikian dipaparkan Kurnia Toha, Kepala Pusat Hukum & Hubungan Masyarakat/Juru Bicara BPN RI, dalam menyambut Hari Tani Nasional, Hari Agraria Nasional dan Ultah Konsorsium Pembaruan Agraria, di Jakarta Pusat (27/9).




"Nantinya dalam peradilan khusus itu hakim-hakimnya diisi oleh orang-orang yang harus paham dalam bidang pertanahan, filosofi teori-teori latar belakang keluarnya suatu peraturan," ujar Toha.




Sayangnya, lanjut Toha, wacana pembentukan peradilan pertanahan masih belum mendapatkan penerimaan yang positif. "MA saja keberatan dengan adanya pengadilan pertanahan, menurut MA peradilan saat ini sudah berjalan sangat bagus," tukasnya.




Toha terus terang tidak sepakat dengan MA (Mahkamah Agung). Menurutnya, kalau sudah bagus, tentu kita tidak akan memintanya. "Kita kan bukan orang kurang kerjaan bikin-bikin peradilan baru," katanya.




Lalu Toha mencontohkan kelahiran KPK. Lembaga itu muncul karena instansi yang ada selama ini kurang efektif. Nah, hadirnya peradilan pertanahan juga begitu, karena pengadilan yang ada juga belum maksimal.




"Begitu juga ide lahirnya peradilan pertanahan, karena banyak kasus pertanahan tidak selesai-selesai. Kita harapkan final decission ada di pengadilan, ternyata pengadilan kadangkala dalam satu perkara putusannnya macam-macam," keluhnya.




"Di PTUN si A yang menang, nanti di (Pengadilan-red) Pidana malah si A yang jadi terpidana, lalu di perdata A kalah lagi. Lalu kita mau jalankan yang mana, BPN bingung sendiri mau melaksanakannya gimana, kalau begini kasus pertanahan di Indonesia ini gak akan selesai-selesai," terangnya.




Makanya lewat RUU pertanahan yang sedang dibahas, BPN RI mengusulkan supaya ada peradilan pertanahan yang merupakan bagian dari peradilan umum, adhoc. Kemudian prosesnya bisa berlangsung dengan cepat, yaitu hanya PN dan MA. Waktunya pun dibatasi, dan alat-alat bukti yang dipakai tidak hanya yang tertulis saja, tapi juga yang tidak tertulis.




Selama ini, lanjut Toha, penyelesaian sengketa pertanahan bertele-tele, ada empat tingkat dan selalu ada PK. Juga tidak berpihak kepada nilai-nilai yang dianut masyarakat kita, hukum acaranya membutuhkan bukti-bukti otentik tertulis.




"Sedangkan masyarakat kita lebih mengutamakan bukti tidak tertulis. Kalau tidak bersengketa dipastikan yang menang yang punya bukti tertulis. Kalau dulu Belanda lah yang memilikinya, kalau sekarang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan perusahaan-perusahaan," pungkasnya.


BACA JUGA BERITA TERKAIT BPN RI:


Ini Kata BPN RI Soal Sulitnya Penyelesaian Konflik Agraria di Negara Ini


Sengketa Tanah Marak, Kewenangan BPN RI Ternyata Terbatas


DPR Minta Hendarman Supanji Segera Bersihkan Mafia Tanah Dari BPN RI


Hendarman Supandji: Tanah Jadi Komoditi, Sengketa Lahan Jadi marak


Hendarman: Quick Win BPN RI Diharapkan Lebih Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat


Kata Menpan BPN RI Banyak Mengalami Perubahan


Ronsen Pasaribu: Batasi Koorporasi Dalam Penguasaan Lahan, Segera !




Technorati : ,

Del.icio.us : ,

Zooomr : ,

Flickr : ,

Sabtu, 05 Oktober 2013

Noer Fauzi: Negara Ini Sedang Melakukan "Pelestarian Konflik Agraria" Terstruktur!

SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Melestarikan lingkungan hidup itu bagus. Melestarikan budaya bangsa itu memang sudah seharusnya. Tapi kalau "melestarikan konflik agraria" ? Itu sih demennya pasar kapital dan para pengusungnya yang mata duitan.




Lha memang begitu. Pasar Kapital memang profilnya seperti itu, egois, mengagungkan materi, keuntungan, memaksa, destruktif dan selalu bekerja atas motif rente.




"Penjelasan mengenai konflik agraria yang belum banyak diungkap adalah sebab-sebab struktural dari padanya, yang berhubungan dengan bagaimana pasar kapitalistik bekerja," papar Noer Fauzi Rachman, Direktur Eksekutif Sajogyo Institute.




Cara Kerja Pasar Kapital


Noer Fauzi mengungkapkan beberapa karakteristik mekanisme kerja pasar kapital: dinamis, memaksa, destruktif dan mengagungkan keuntungan.




"Negara Indonesia secara terus menerus dibentuk menjadi neoliberal dalam rangka melancarkan bekerjanya ekonomi pasar kapitalis," demikian pengamatannya.




Sistem kerja kapitalis pada intinya adalah bagaimana pelaku-pelaku sistem ini bisa selalu mengakumulasikan keuntungan. Falsafah "harus untung dan kemudian melipatgandakannya" ini hanya bisa diraih lewat kata-kata sakti, "kemajuan" dan kecanggihan teknologi.




Maka, hal-hal yang dinilai tidak menguntungkan, atau yang tidak bisa dilipatgandakan keuntungannya, tidak efisien, tidak kompentitif, haruslah segera disingkirkan. Hal ini sesuai pula dengan "kata-kata bijak" pengagum kapitalisme: "Ekonomi pasar kapitalis harus terus bergerak. Kalaut tidak dia mati".




Jadi, lanjut Noer, siapapun dan apapun yang tidak sanggup menyesuaikan diri dengan pasar kapitalis itu harus mati (baca juga: hancur), atau setidaknya dibiarkan mati begitu saja. Lalu dari yang mati itu, atau yang telah dihancurkannya itu, akan dibangunlah sesuatu yang baru. Untuk apa? Lagi, demi keuntungan dan berlipatgandanya keuntungan.






Pelestarian Konflik Agraria Terstruktur Itu Bagian Dari Sistem Pasar Kapitalis


Lalu apa hubungannya antara pelestarian konflik agraria terstruktur dengan sistem pasar kapitalis?




Sebelumnya harus dipahami dahulu yang dimaksud dengan Konflik Agraria Struktural. Menurut Noer definisinya adalah merujuk pada pertentangan klaim atas hak akses tanah, SDA (Sumber Daya Alam), dan wilayah antara suatu kelompok masyarakat pedesaan dengan badan-badan penguasa tanah yang bergerak dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi dan sejenis lainnya. Pihak yang bertentangan itu lalu saling klaim pihak lain tidak absah.




Lalu ada pihak ketiga, lembaga-lembaga negara yang memberikan izin pada badan usaha tertentu. Badan-badan dimaksud adalah Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, BPN RI, Gubernur, Bupati, yang memberikan izin atau hak kepada badan usaha tertentu.




Konflik agraria struktural dimulai ketika keputusan-keputusan kepala lembaga-lembaga negara itu memasukkan tanah, SDA dan wilayah-wilayah milik rakyat ke dalam konsesi-konsesi agraria yang bergerak dalam bidang ekstraksi, produksi maupun konversi berbasiskan SDA.




Lalu izin tersebut kemudian mengeksklusikan kelompok masyarakat dari tanah, SDA dan wilayah kelolanya. Jadi akses kelompok masyarakat tersebut terhadap tanah, SDA dan wilayah yang tadinya milik mereka menjadi terbatas atau bahkan dihilangkan. Contoh konkretnya adalah konflik agraria yang timbul akibat ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit.




Nah inilah yang sedang terjadi, konflik agraria struktural sedang dalam "program pelestarian bangsa". Bentuk-bentuk pelestarianya bisa dilihat dari ketiadaan koreksi atas keputusan-keputusan pemberian hak atau izin dari rezim yang berkuasa, ketidakterbukaan informasi publik atau lemahnya kontrol publik terhadap penerbitan izin-izin.




Kemudian lembaga yang memiliki otoritas penuh, lintas sektor antar lembaga pemerintah dalam menangani konflik agraria tidak ada.




Hal tersebut diperparah lagi dengan sikap defensif badan usaha dan badan-badan pemerintahan jika masyarakat protes soal hak-haknya. Jawabannya yang diterima sering terjadi kriminalisasi dan intimidasi. Babak belur, peluru nyasar atau masuk bui itu seolah sudah biasa kita dengar dan baca dalam headline media-media cetak, elektronik maupun online.


BACA, SERIUS: Kok Konflik Agraria Sering Ujung-ujungnya Kriminalisasi Petani? Standar Orde Baru


Adalagi, pelaksanaan reforma agraria yang sering digaung-gaungkan lembaga-lembaga negara terkait urusan pertanahan sempit sekali ruang lingkupnya (Pakar Pertanahan Gunawan Wiradi, bahkan lebih ekstrem lagi menyebutnya: bukannya sempit, tapi salah kaprah!).


BACALAH: Sertipikasi & Bagi-bagi Tanah Adalah Reforma Agraria, Salah Kaprah!!


"Lebih dari itu, kita menyaksikan berbagai skandal dalam implementasi redistribusi tanah, misalnya pemberian tanah bukan kepada mereka yang memperjuangkan, pengurangan jumlah tanah yang seharusnya diredistribusi, penipuan dan manipulasi nama-nama penerima maupun objek redistribusi, dan tanah-tanah yang diredistribusi dikuasai oleh tuan-tuan tanah," urai peraih Ph.D bidang Environmental Science, Policy & Management dari University of Barkeley USA ini.




BACA JUGA TERKAIT:


Gunawan Wiradi: Reformasi Agraria Itu Berarti Melakukan Perubahan, Titik!


Konflik Agraria di Seluma Bengkulu Terindikasi Korupsi Pembobolan LC Fiktif BNI 1,2 triliun


DPR: BPN RI & PTPN Jangan Unjuk Kekuatan Hukum Ke Masyarakat Awam Hukum


Konflik Agraria 350 Ha di Karawang, BPN RI, Mana Komitmenmu?


Konflik Agraria di Sumut Perlu Diwaspadai


Konflik Agraria Petani Vs Korporasi, Polri Kerap Tak Netral


Konflik Agraria Sumut: Ribuan Petani Tuntut PTPN III Kembalikan Tanah, Diserobot Sejak 1968


Konflik Agraria Waduk Bubur Gadung Indramayu, Puluhan Petani Dianiaya Preman


Perluasan Lahan PTPN VI 42 Ribu Ha, Konflik Agraria di Sumbar-Jambi Akan Meningkat?


SPI: Gerakan Reformasi Agraria Itu Harus Konkret, Lebih Operasional di Lapangan


Kamis, 11 Juli 2013

KPA: Rantai Birokrasi BPN yang Panjang Perlu Segera Diubah, Karena Bisa Suburkan Mafia Tanah

SUARAAGRARIA.com, Jakarta:Waktu pengurusan sertipikat tanah yang beragam di setiap Kantah (Kantor Pertanahan) merupakan salah satu contoh hasil rantai birokrasi Badan Pertanahan Nasional (BPN RI) yang panjang. Harus diubah, karena bisa menyuburkan praktik percaloan dan mafia tanah.




"Paradigma birokrat (BPN, red) harus dirubah. Ini harus dilakukan karena tuntutan zaman," tegas Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Jakarta (12/5).




Menurut Iwan, lambannya penanganan perkara pertanahan di BPN RI merupakan akibat dimana mayoritas birokrat masih memiliki cara pandang usang dalam menyelesaikan sebuah masalah.




"Rantai birokrasi panjang dan njelimet makin memerparah keadaan. Kondisi ini menumbuhkembangkan calo dan mafia tanah. Akselarasi BPN dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi harus lebih kencang lagi," tutur Iwan.




Kepemimpinan Hendarman Supandji, lanjut Iwan, sedang mendapatkan ujian berat. Apalagi ia sudah menggulirkan tujuh tertib yang dicanangkan untuk membenahi BPN. Salah satunya adalah tertib moral dengan dibuatnya sebuah reward and punishment bagi pegawai BPN. Salah satu tolak ukur pemberian reward and punishment adanya kepuasan masyarakat dalam pelayanan BPN.




"Di sini dia (Hendarman, red) diuji. Apakah berhasil atau tidak," ujarnya. Secara terang-terangan Iwan bahkan menilai kinerja BPN RI seperti mobil mogok saja.




Upaya BPN dalam meningkatkan kinerja tidak berjalan lurus dengan program yang ada, semisal program jemput bola mobil Larasita, yang tujuannya memberikan pelayanan pembuatan sertipikat tanah hingga ke pelosok desa.




Lanjut Iwan, tidak hanya masalah waktu pengurusan saja, upaya percepatan pengukuran tanah di setiap sangat kantor BPN ternyata juga berbeda-beda.




Hal ini disebabkan tidak semua kantor BPN dilengkapi Cors, sebuah alat pengukuran tanah yang menggunakan metode pengukuran digital.




"Padahal, BPN berulangkali berjanji fokus dalam merealisasikan percepatan pelayanan administrasi pertanahan bagi masyarakat," tutur Iwan lagi.




Banyak masyarakat jadinya belum secara langsung datang ke kantor BPN. Mereka pun lebih memilih mempercayakan penyelesaiannya urusan tanahnya kepada orang lain. "Dikhawatirkan akan dimanfaatkan calo dan mafia tanah," terangnya.




"Hal ini juga menunjukkan kalau program Larasita juga belum bekerja maksimal," kata Iwan.

Dewan Pakar KPA: Sertipikasi & Bagi-bagi Tanah Adalah Reforma Agraria, Salah Kaprah!!

SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Selama ini publik menyangka sertipikasi tanah itu adalah reforma agraria. Pemahaman seperti itu adalah awam, dangkal dan salah kaprah!




Demikian ditegaskan "sesepuh agraria" yang juga Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Gunawan Wiradi di hadapan anggota dewan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait RUU Pertanahan di Gedung DPR RI Jakarta (27/6).




"Ini salah kaprah, banyak yang menganggap Reforma Agraria adalah sertifikasi dan bagi-bagi tanah, padahal bukan begitu," tegas pria berusia 81 tahun itu (Sindir ini? Baca: Dengan Larasita, BPN Targetkan Sekitar 2 Juta Lahan Bersertifikat).




Menurutnya, reforma agraria sejati itu bertujuan untuk merombak struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria (salah satunya tanah) (Dewi Kartika: RUU Pertanahan Belum Cerminkan Reforma Agraria Sejati).






Jadi proses sertipikasi tanah merupakan bagian akhir dari reforma agraria. "Bukan di awal reforma agraria," sindirnya.




Maka berdasarkan kesimpulannya RUU Pertanahan saat ini belum mampu menterjemahkan prinsip-prinsip dan semangat Reforma Agraria yang sejati.




Baca Berita Terkait:
KPA Ingatkan DPR Agar Pembahasan RUU Pertanahan Hindari Semangat Liberalisasi Pertanahan


Mengawal RUU Pertanahan agar di Jalur Pembaruan Agraria Sejati


Lha?? Tolak Pertambangan Karena Timbulkan Abrasi Malah Ditembak? - Satu Petani Kritis

Eksekusi Lahan Ricuh, Jokowi: Penggusuran Pulogadung Bukan Perintahnya

SUARAAGRARIA.com, Jakarta:Pagi tadi (22/5), eksekusi lahan terjadi juga di Kampung Srikandi RT 07 RW 03, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur. Bentrokan sempat berlangsung, warga yang menolak penggusuran melakukan aksi rotes dengan menaiki alat berat yang hendak dipakai untuk mem"beko" pemukiman warga.




Bentrokan terjadi saat petugas gabungan satpol PP dan polisi hendak mencegah aksi warga itu. Walhasil kedua pihak Keduanya saling serang dan baku pukul. Petugas terpaksa menembakan gas air mata, untuk membubarkan warga yang beringas.




Sementara itu, Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak tahu menahu masalah eksekusi tersebut. "Enggak tahu, itu bukan wilayah kita," tutur Gubernur di Balaikota Jakarta (22/5).




Menurut Jokowi, eksekusi penggusuran itu merupakan putusan PN Jakarta Timur, bukan keputusan Pemprov DKI.




Mengenai keterlibatan Satpol PP dalam penggusuran yang bukan ranah Pemprov DKI, Jokowi mengatakan, seharusnya tidak ada Satpol PP yang menindak.




Namun, mantan Wali Kota Surakarta itu mengungkapkan, bukan tidak mungkin keterlibatan Satpol PP untuk membantu pihak kepolisian yang berjaga di sana.




"Saya selalu sampaikan kalau bukan wilayah kita, ya mestinya enggak ada personel Satpol PP," kata Jokowi.






Seperti diketahui, eksekusi tersebut merupakan buntut dari sengketa lahan antara PT. Buana Estate milik pengusaha Probosutejo warga Kampung Srikandi.




Tanah seluas 7 hektar yang diduduki warga selama puluhan tahun, diklaim milik PT. Buana Estate.




Tidak hanya Satpol PP saja yang ada disana, TNI dan Polisi juga ikut mengawal jalannya eksekusi.




Jadi kalau bukan Jokowi, lalu atas perintah siapa Satpol PP berada di sana?